Powered By Blogger

Rabu, 23 April 2014

Bangkitnya WNI China di panggung politik Indonesia



Fenomena kemunculan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di kancah perpolitikan Indonesia rupanya menarik pengusaha media Hary Tanoesoedibjo juga pengusaha penerbangan Rusdi Kirana untuk terjun ke ranah politik.
Padahal kalau kita lihat ke masa lalu masa pemerintahan Orde Baru tepatnya, pengusaha-pengusaha China lebih memilih menjadi kingmaker atau cukong para politisi dan pejabat.
Apa yang membuat etnis keturunan Tionghoa ini beramai-ramai bermain politik ? mungkinkah ini cikal bakal kebangkitan WNI China di panggung politik nasional ?

Bila di era Orde Baru sulit bagi Warga Negara Indonesia keturunan China menembus kiprah politiknya, namun tidak lagi pada saat ini. Kebebasan yang di berikan pada masa pemerintahan Gus Dur banyak membuat WNI china berkiprah di politik. Salah satunya adalah Wakil Gubernur terbaik yang pernah dimiliki Indonesia yaitu Basuki Tjahaja Purnama yang akarab disapa Ahok.
Ahok menjadi bukti WNI China juga bisa dan tangguh dalam berpolitik bersih dan mau bekerja keras.

Seperti diketahui sebelum Gus Dur terpilih menjadi Presiden RI, peran etnis Tionghoa dalam perpolitikan nasional nyaris tak terdengar. Maklum perlakuan diskriminatif penguasa di era Orde Baru membuat sulit WNI China berkiprah di politik. Apalagi dengan adanya kontroversi Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI) yang membuat WNI China semakin termarginalkan dan hak-hak politik mereka dibatasi.
Semua ini tak lepas dari peristiwa 1965 dimana kekuatan komunis yang dituding melakukan perbuatan keji dihubung-hubungkan dengan komunis China. Imbasnya seolah-olah semua orang keturunan China di Indonesia ptensial komunis. Lantaran itu warga etnis keturunan memilih menjadi pengusaha dari pada menjadi politisi atau mengambil bagian di pemerintahan.

Seiring era Reformasi yang terus berkembang menuju ke arah yang lebih baik, muncul kesadaran dari warga keturunan China untuk mengambil peran di dunia poitik. Munculnya partai-partai baru memberi peluang besar bagi aktivis, tokoh dan anak-anak Tionghoa bersatu yang salah satunya membentuk Partai Reformasi Tionghoa Indonesia yang didirikan tokoh Tionghoa Jusuf Hamka.
Ada juga Partai Bhineka Tunggal Ika Indonesia (PBTI) yang didirikan Noerdin Poernomo. Sayang hanya PBTI yang bisa ikut pemilu pertama di era Reformasi dengan mendapatkan satu kursi di DPR.
Namun kini sudah menunjukkan kemajuan dengan banyaknya keturunan Tionghoa yang duduk di DPR, di antaranya Hendrawan Soepratikno (PDI-P), Rudianto Tjen dari Bangka Belitung, Herman Herry (PDI-P) serta Edy Saderli (Demokrat) yang merupakan salah satu pendiri Paguyuban Sosial Marga Tionghoa, yang paling fenomenal tentu saja Basuki Tjahaja Purnama politikus asal negeri Laskar Pelangi Bangka Belitung.