Di Indonesia terdapat beberapa komunitas adat yang arif dalam
menyikapi derasnya arus globalisasi yang menyebabkan terjadinya perubahan
sosial budaya. Komunitas tersebut sangat hati-hati dalam menyeleksi pengaruh
dari luar, sebab mereka sadar pengaruh dari luar dapat ,merusak sistem
kehidupannya. Komunitas adat tersebut antara lain orang Baduy (Banten Selatan),
orang Samin (Klapandhuwur, Blora), orang Donggo (pedalaman Sumbawa Timur), dan
orang Togutil (Halmahera Utara)
Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu
perubahan ke arah yang lebih maju atau meningkat di berbagai aspek dalam
kehidupan masyarakat. Modernisasi berbeda dengan westernisasi. Modernisasi
merupakan suatu bentuk proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara
yang lebih maju, sedangkan westernisasi adalah proses peniruan oleh suatu
masyarakat atau negara terhadap kebudayaan dari negara-negara
Barat
yang dianggap lebih baik dari budaya daerahnya.
Globalisasi dapat diartikan sebagai suatu proses masuk ke
lingkungan dunia. Proses globalisasi di dukung oleh adanya saluran-saluran
seperti saluran pergaulan, saluran teknologi, dan saluran ekonomi.
Suatu
bangsa tak terlepas dari budaya masing-masing, di setiap bangsa maupun negara
mempunyai budaya-budaya yang unik yang telah di lakukan oleh para pendahulunya.
Namun di era sekarang ini terutama di Indonesia sendiri lambat laun kebudayaan
indonesia melai ada perubahan hal ini tak terlepas dari pengaruh globalisasi
modernitas.
Perubahan budaya yang terjadi di
dalam masyarakat tradisional, yakni perubahan dari masyarakat tertutup menjadi
masyarakat yang lebih terbuka, dari nilai-nilai yang bersifat homogen menuju
pluralisme nilai dan norma social merupakan salah satu dampak dari adanya
globalisasi. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia secara
mendasar. Komunikasi dan sarana transportasi internasional telah menghilangkan
batas-batas budaya setiap bangsa. Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah
kepada globalisasi dan menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia
secara menyeluruh. Misalnya saja khusus dalam bidang hiburan massa atau hiburan
yang bersifat masal, makna globalisasi itu sudah sedemikian terasa. Sekarang
ini setiap hari kita bisa menyimak tayangan film di tv yang bermuara dari
negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea, dll melalui stasiun
televisi di tanah air. Belum lagi siaran tv internasional yang bisa ditangkap
melalui parabola maupun TV berlangganan yang kini makin banyak dimiliki
masyarakat Indonesia
.
Contoh
sederhana misal pada industri game center, sekarang mulai menjadi trend sendiri
buat sebagian besar masyarakat indonesia, terutama anak-anak. Fakta yang
demikian memberikan bukti tentang betapa negara-negara penguasa teknologi
mutakhir telah berhasil memegang kendali dalam globalisasi budaya khususnya di
negara ke tiga. Peristiwa transkultural seperti itu mau tidak mau akan
berpengaruh terhadap keberadaan kesenian kita. Padahal kesenian tradisional
kita merupakan bagian dari khasanah kebudayaan nasional yang perlu dijaga
kelestariannya.
Kondisi
yang demikian mau tidak mau membuat semakin tersisihnya kesenian tradisional
Indonesia dari kehidupan masyarakat Indonesia yang sarat akan pemaknaan dalam
masyarakat Indonesia. Misalnya saja bentuk-bentuk ekspresi kesenian etnis
Indonesia, baik yang rakyat maupun istana, selalu berkaitan erat dengan perilaku
ritual masyarakat pertanian. Dengan datangnya perubahan sosial yang hadir
sebagai akibat proses industrialisasi dan sistem ekonomi pasar, dan globalisasi
informasi, maka kesenian kita pun mulai bergeser ke arah kesenian yang
berdimensi komersial. Kesenian-kesenian yang bersifat ritual mulai tersingkir
dan kehilangan fungsinya. Sekalipun demikian, bukan berarti semua kesenian
tradisional kita lenyap begitu saja.
Ada
berbagai kesenian yang masih menunjukkan eksistensinya, bahkan secara kreatif
terus berkembang tanpa harus tertindas proses modernisasi. Pesatnya laju
teknologi informasi atau teknologi komunikasi telah menjadi sarana difusi
budaya yang ampuh, sekaligus juga alternatif pilihan hiburan yang lebih beragam
bagi masyarakat luas. Akibatnya masyarakat tidak tertarik lagi menikmati
berbagai seni pertunjukan tradisional yang sebelumnya akrab dengan kehidupan
mereka. Misalnya saja kesenian tradisional wayang orang Bharata, yang terdapat
di Gedung Wayang Orang Bharata Jakarta kini tampak sepi seolah-olah tak ada
pengunjungnya.
Hal ini
sangat disayangkan mengingat wayang merupakan salah satu bentuk kesenian
tradisional Indonesia yang sarat dan kaya akan pesan-pesan moral, dan merupakan
salah satu agen penanaman nilai-nilai moral yang baik, menurut saya. Contoh
lainnya adalah kesenian Ludruk yang sampai pada tahun 1980-an masih berjaya di
Jawa Timur sekarang ini tengah mengalami “mati suri”. Wayang orang dan ludruk
merupakan contoh kecil dari mulai terdepaknya kesenian tradisional akibat
globalisasi. Bisa jadi fenomena demikian tidak hanya dialami oleh kesenian Jawa
tradisional, melainkan juga dalam berbagai ekspresi kesenian tradisional di
berbagai tempat di Indonesia. Sekalipun demikian bukan berarti semua kesenian
tradisional mati begitu saja dengan merebaknya globalisasi.
Maka
dari itu untuk menjawab tantangan globalisasi, sebagai kaum muda generasi
bangsa harus memikirkan cara lain melestarikan kebudayaan bangsa, misal dengan
membuat kartun, atau animasi yang masih berkaitan dengan kebudayaan indonesia.
Mengembangkan sikap kritis terhadap Perubahan Sosial Budaya
Sikap kritis dalam
menyikapi dalam menyikapi perubahan sosial budaya diperlukan agar kita tetap
memiliki identitas diri sebagai masyarakat Indonesia. Berikut ini beberapa
sikap kritis yang dapat dikembangkan:
1. Selektif terhadap pengaruh-pengaruh asing, dengan menghindari
pengaruh-pengaruh asing, dengan menghindari pengaruh asing, dengan menghindari
pengaruh negatif dan mengembangkan pengaruh positif. Misalnya, kita mengikuti
kemajuan teknologi dari negara-negara maju meningkatkan ilmu pengetahuan.
2. Memiliki motivasi yang kuat untuk selalu mengikuti berita lokal,
nasional, maupun internasional sehingga dapat menentukan sikap yang tepat dalam
menghadapi suatu perubahan yang terjadi.
3. Memiliki pandangan dan sikap sendiri (tidak ikut-ikutan) orang
lain dalam menghadapi suatu perubahan sosial budaya.
4. Memiliki minat, perhatian, dan berperan aktif di dalam
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan.
5. Memiliki inisiatif yang tinggi, dengan selalu berusaha untuk
mengubah situasi dan kondisi yang sudah tidak sesuai lagi dengan cakrawala
baru.
6.
Memiliki banyak kreasi atau
kreatif dalam menyelesaikan suatu persoalan atau untuk mengatasi suatu
rintangan. Ini berarti kita harus memiliki banyak ide, memahami situasi dan
selalu mencoba menyesuaikan diri dengan situasi baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar