Powered By Blogger

Sabtu, 28 Januari 2017

KEJAHATAN KOMPUTER DI BIDANG PERBANKAN

Indonesia hingga kini belum punya hukum yang mengatur dunia maya padahal penggunaan internet untuk mendukung aktivitas bisnis dan pemerintahan semakin meluas demikian pula kejahatan cyber. Sejauh ini kejahatan cyber hanya diadili dengan menggunakan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan UU terkait karena tak adanya regulasi tentang dunia cyber. Hasilnya sangat tergantung pada keberanian hakim dan keputusannya kadang-kadang bersifat bias.
"RUU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang saat ini sedang digodok di DPR juga belum cukup disebut sebagai cyberlaw karena cyberlaw tak hanya mengatur masalah pengakuan hukum terhadap bukti atau transaksi elektronik. Industri perbankan yang mulai menerapkan e-banking dan electronic fund transfer sebagai salah satu sasaran kejahatan cyber dengan potensi kerugian sangat besar juga sangat minim dalam memberi dukungan pada persoalan cybercrime ini.

Saat ini kasus kejahatan perbankan telah marak di Negara kita. Tidak hanya penipuan  dalam bentuk fisik, tetapi juga penipuan di dalam dunia maya (cybercrime). Kejahatan cybercrime di perbankan dapat berupa adanya situs palsu, seperti yang dialami oleh bank BCA pada tahun 2004 lalu, dimana kejahatannya berupa pemalsuan domain name. Ada juga pencurian user id serta pencurian password di bank-bank lainnya.

1    Cybercrime
Dalam jaringan komputer seperti internet, masalah kriminalitas menjadi semakin kompleks karena ruang lingkupnya yang luas.
Menurut Edmon Makarim (2001: 12) kriminalitas di internet atau cybercrime pada dasarnya adalah suatu tindak pidana yang berkaitan dengan cyberspace, baik yang menyerang fasilitas umum di dalam cyberspace ataupun kepemilikan pribadi.
Jenis-jenis kejahatan di internet terbagi dalam berbagai versi. Salah satu versi menyebutkan bahwa kejahatan ini terbagi dalam dua jenis, yaitu kejahatan dengan motif intelektual. Biasanya jenis yang pertama ini tidak menimbulkan kerugian dan dilakukan untuk kepuasan pribadi. Jenis kedua adalah kejahatan dengan motif politik, ekonomi, atau kriminal yang potensial yang dapat menimbulkan kerugian bahkan perang informasi.
Versi lain membagi cybercrime menjadi tiga bagian yaitu pelanggaran akses, pencurian data, dan penyebaran informasi untuk tujuan kejahatan.
Secara garis besar, ada beberapa tipe cybercrime, seperti dikemukakan Philip Renata dalam suplemen BisTek Warta Ekonomi No. 24 edisi Juli 2000, h.52 yaitu:
1.      Joy computing, yaitu pemakaian komputer orang lain tanpa izin. Hal ini termasuk pencurian waktu operasi komputer.
2.      Hacking, yaitu mengakses secara tidak sah atau tanpa izin dengan alat suatu terminal.
3.      The Trojan Horse, yaitu manipulasi data atau program dengan jalan mengubah data atau instruksi pada sebuah program, menghapus, menambah, menjadikan tidak terjangkau dengan tujuan untuk kepentingan pribadi pribadi atau orang lain.
4.      Data Leakage, yaitu menyangkut bocornya data ke luar terutama mengenai data yang harus dirahasiakan. Pembocoran data komputer itu bisa berupa berupa rahasia negara, perusahaan, data yang dipercayakan kepada seseorang dan data dalam situasi tertentu.
5.      Data Diddling, yaitu suatu perbuatan yang mengubah data valid atau sah dengan cara tidak sah, mengubah input data, atau output data.
6.      To frustate data communication atau penyia-nyiaan data komputer.
7.      Software piracy yaitu pembajakan perangkat lunak terhadap hak cipta yang dilindungi HAKI.
Dari ketujuh tipe cybercrime tersebut, nampak bahwa inti cybercrime adalah penyerangan di content, computer system dan communication system milik orang lain atau umum di dalam cyberspace (Edmon Makarim, 2001: 12) .
Pola umum yang digunakan untuk menyerang jaringan komputer adalah memperoleh akses terhadap account user dan kemudian menggunakan sistem milik korban sebagai platform untuk menyerang situs lain. Hal ini dapat diselesaikan dalam waktu 45 detik dan mengotomatisasi akan sangat mengurangi waktu yang diperlukan (Purbo, dan Wijahirto, 2000: 9).
Fenomena cybercrime memang harus diwaspadai karena kejahatan ini agak berbeda dengan kejahatan lain pada umumnya. Cybercrime dapat dilakukan tanpa mengenal batas teritorial dan tidak diperlukan interaksi langsung antara pelaku dengan korban kejahatan. Bisa dipastikan dengan sifat global internet , semua negara yang melakukan kegiatan internet hampir pasti akan terkena impas perkembangan cybercrime ini.
Berita Kompas Cyber Media (19/3/2002) menulis bahwa berdasarkan survei AC Nielsen 2001 Indonesia ternyata menempati posisi ke enam terbesar di dunia atau ke empat di Asia dala tindak kejahatan di internet. Meski tidak disebutkan secara rinci kejahatan macam apa saja yang terjadi di Indonesia maupun WNI yang terlibat dalam kejahatan tersebut, hal ini merupakan peringatan bagi semua pihak untuk mewaspadai kejahatan yang telah, sedang, dan akan muncul dari pengguna teknologi informasi (Heru Sutadi, Kompas, 12 April 2002, 30).
Menurut  RM Roy Suryo dalam Warta Ekonomi No. 9, 5 Maret 2001 h.12, kasus-kasus cybercrime yang banyak terjadi di Indonesia setidaknya ada tiga jenis berdasarkan modusnya, yaitu :
1.      Pencurian Nomor Kredit Menurut Rommy Alkatiry (Wakil Kabid Informatika KADIN), penyalahgunaan kartu kredit milik orang lain di internet merupakan kasus cybercrime terbesar yang berkaitan dengan dunia bisnis internet di Indonesia.
2.      Memasuki, Memodifikasi, atau merusak Homepage (Hacking) Menurut John. S. Tumiwa pada umumnya tindakan hacker Indonesia belum separah aksi di luar negeri. Perilaku hacker Indonesia baru sebatas masuk ke suatu situs komputer orang lain yang ternyata rentan penyusupan dan memberitahukan kepada pemiliknya untuk berhati-hati. Di luar negeri hacker sudah memasuki sistem perbankan dan merusak data base bank.
3.      Penyerangan situs atau e-mail melalui virus atau spamming. Modus yang paling sering terjadi adalah mengirim virus melalui e-mail. Menurut  RM Roy M. Suryo, di luar negeri kejahatan seperti ini sudah diberi hukuman yang cukup berat. Berbeda dengan di Indonesia yang sulit diatasi karena peraturan yang ada belum menjangkaunya.
Sementara itu As'ad Yusuf memerinci kasus-kasus cybercrime yang sering terjadi di Indonesia menjadi lima , yaitu:
1.      Pencurian nomor kartu kredit.
2.      Pengambilalihan situs web milik orang lain.
3.      Pencurian akses internet yang sering dialami oleh ISP.
4.      Kejahatan nama domain.
5.      Persaingan bisnis dengan menimbulkan gangguan bagi situs saingannya.
Khusus cybercrime dalam e-commerce , oleh Edmon Makarim didefinisikan sebagai segala tindakan yang menghambat dan mengatasnamakan orang lain dalam perdagangan melalui internet . Edmon Makarim memperkirakan bahwa modus baru seperti jual-beli data konsumen dan penyajian informasi yang tidak benar dalam situs bisnis mulai sering terjadi  dalam e-commerce ini.
Menurut Mas Wigrantoro dalam BisTek No. 10, 24 Juli 2000, h. 52 secara garis besar ada lima topic dari cyberlaw di setiap negara yaitu:
1.      Information security, menyangkut masalah keotentikan pengirim atau penerima dan integritas dari pesan yang mengalir melalui internet. Dalam hal ini diatur masalah kerahasiaan dan keabsahan tanda tangan elektronik.
2.      On-line transaction, meliputi penawaran, jual-beli, pembayaran sampai pengiriman barang melalui internet.
3.      Right in electronic information, soal hak cipta dan hak-hak yang muncul bagi pengguna maupun penyedia content.
4.      Regulation information content, sejauh mana perangkat hukum mengatur content yang dialirkan melalui internet
5.      Regulation on-line contact, tata karma dalam berkomunikasi dan berbisnis melalui internet termasuk perpajakan, retriksi eksport-import, kriminalitas dan yurisdiksi hukum
Saat ini di Indonesia sudah dibuat naskah rancangan undang-undang cyberlaw yang dipersiapkan oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia bekerja sama dengan Departemen Perdagangan dan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung bekerja sama dengan Departemen Pos dan telekomunikasi. Hingga saat ini naskah RUU Cyberlaw tersebut belum disahkan sementara kasus-kasus hukum yang berkaitan dengan kriminalitas di internet terus bermunculan mulai dari pembajakan kartu kredit, banking fraud , akses ilegal ke sistem informasi, perusakan web site sampai dengan pencurian data.
Saat ini regulasi yang dipergunakan sebagai dasar hukum atas kasus-kasus cybercrime adalah Undang-undang Telekomunikasi dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Namun demikian, interpetasi yang dilakukan atas pasal-pasal KUHP dalam kasus cybercrime terkadang kurang tepat untuk diterapkan. Oleh karena itu urgensi pengesahan RUU Cyberlaw perlu diprioritaskan untuk menghadapi era cyberspace dengan segala konsekuensi yang menyertainya termasuk maraknya cybercrime belakangan ini.

2    Cybercrime dalam perbankan
Perkembangan manusia modern abad ini antara lain ditandai dengan berkembangnya karakteristik kejahatan yang dilakukan. Jenis-jenis kejahatan barupun banyak bermunculan, termasuk kejahatan komputer. Hal ini sejalan dengan pemahaman bahwa variable alat-alat bantu kejahatan akan sama kayanya dengan variable alat-alat yang diciptakan manusia untuk memudahkan hidupnya pada masa kejahatan itu dilakukan.
Ketika pertama kali perangkat komputer dipasarkan, tidak ada seorangpun yang pernah membayangkan bahwa komputer yang mula-mula hanya berfungsi sebagai mesin hitung atau malah sekedar pengganti mesin ketik biasa, akhirnya mengambil alih sebagian besar pekerjaan manusia yang vital.
Keunggulan dari aplikasi komputer ini selain memberi kemudahan terhadap berbagai kegiatan administrasi perkantoran, juga sekaligus membuka suatu kondisi krusial dari kegiatan dan dari sistem komputer untuk keperluan busines, administrasi dan masyarakat.
Di Dunia bisnis misalnya, mayoritas dari transaksi moneter, diadministrasikan oleh komputer dalam bentuk deposito, neraca dibuat dengan bantuan komputer. Seringkali beberapa produksi dari suatu bank tergantung sekali kepada kemampuan fungsional dari sistem pengolahan data mereka dan sekaligus sebagai sarana penyimpan data rahasia bank yang sangat penting.
Dengan berkembangnya penggunaan sarana komputer juga membuka peluang bagi orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk menggunakannya sebagai tindak kejahatan.
Contoh macam kejahatan yang menggunakan computer antara lain:
a.       Memasukkan instruksi yang tidak sah, yaitu seseorang memasukkan instruksi secara tidak sah sehingga menyebabkan sistem komputer melakukan transfer uang dari satu rekening ke rekening lain, tindakan ini dapat dilakukan oleh orang dalam atau dari luar bank yang berhasil memperoleh akses kepada sistem komputer tanpa ijin.
b.      Perubahan data input, yaitu data yang secara sah dimasukkan kedalam komputer dengan sengaja diubah. Cara ini adalah suatu hal yang paling lazim digunakan karena mudah dilakukan dan sulit dilacak kecuali dengan pemeriksaan berkala.
c.       Perusakan data, hal ini terjadi terutama pada data output, misalnya laporan dalam bentuk hasil cetak komputer dirobek, tidak dicetak atau hasilnya diubah.
d.      Komputer sebagai pembantu kejahatan, misalnya seseorang dengan menggunakan komputer menelusuri rekening seseorang yang tidak aktif, kemudian melakukan penarikan dana dari rekening tersebut.
e.       Akses tidak sah terhadap sistem komputer atau yang dikenal dengan hacking. Tindakan hacking ini berkaitan dengan ketentuan rahasia bank, karena seseorang memiliki akses yang tidak sah terhadap sistem komputer bank, sudah tentu mengetahui catatan tentang keadaan keuangan nasabah dan hal-hal lain yang harus dirahasiakan menurut kelajiman dunia perbankan.
Dengan demikian pengamanan terhadap system jaringan komputer tidak saja dalam perhitungan keuangan secara otomatis yang sering dipakai dalam bidang perbankan, system pengupahan, transaksi lintas negara (salah satunya electronic transfer), namun yang tidak kalah penting untuk mendapat perhatian yaitu menyangkut pengamanan terhadap data itu sendiri. Dalam suatu transaksi dibidang perbankan ada berbagai hal yang perlu menjadi perhatian.

3    Konflik kepentingan atas nama domain
Sehubungan dengan itu, mengingat keberadaan Domain Name secara teknis haruslah unique maka dalam prakteknya ternyata banyak pihak yang memperebutkan keberadaan nama domain yang lebih intuitif dengan nama si penggunanya tersebut. Sementara itu, tidak semua pihak dengan sigap dan cepat menyadari dan menanggapi kemajuan teknologi tersebut dengan cara meningkatkan keberadaannya dalam Internet, sehingga sebagian orang mendahului mendaftarkan nama-nama yang diketahuinya telah popular dan menjualnya kembali kepada pihak yang berkepentingan atas nama tersebut dengan harga diatas harga perolehannya, dengan kata lain hal ini adalah tindakan penyerobotan atas domain name (cybersquatting).
Selain itu, bahkan ada pihak-pihak tertentu yang juga secara tidak etis ingin mengambil keuntungan terhadap Domain Name tsb dengan cara memanfaatkan reputasi atas nama-nama yang sudah popular (well known) atau telah bernilai komersial sebelumnya sebagai Domain Name untuk alamat bagi situs (web-sites) yang dikelolanya. Dengan kata lain ia mencoba mencuri pasar yang dimiliki oleh orang lain ataupun membonceng reputasi dari keberadaan nama pihak lain tersebut (predatory action), atau paling tidak nama yang hampir sama dengan nama yg sudah terkenal tersebut (dilution action). Sebagai contoh adalah penggunaan nama domain yang tidak jauh berbeda dengan nama pihak lain, di dunia perbankan ini sangat sering terjadi misalnya pada kasus Citibank yaitu www.citibank-online.com padahal alamat yang sebenarnya www.citibank.co.id.  Hal ini lebih dikenal dengan istilah typosquatting.

Carding
Pemalsuan kartu kredit sebagai alat pembayaran dalam transaksi nasional atau konvensional, yaitu sebagai alat pembayaran terhadap pembelian atau pemesanan barang yang diinginkan , dengan cara belanja di Mall, Super Market, toko-toko tertentu dan restoran-restoran. Dalam kasus ini, pada awal tahun 2004, telah ditangkap jaringan atau kelompok yang diduga mampu membuat atau menerima pemesanan pembuatan segala/semua kartu kredit yang beredar di masyarakat, Kelompok tersebut ditangkap di Jakarta , saat akan membayar belanja barang di Mall Atrium , Senen , Jakarta Pusat. Dari hasil pengembangan kasus, telah ditangkap 5 [lima ] orang tersangka oleh Polres Jakarta Pusat, Polda Metro Jaya. Diduga kelompok tersebut telah memalsukan kartu kredit yang dikeluarkan oleh 8 bank nasional [ Mandiri,BNI, Niaga, BII dan lain-lain. Dalam kasus ini telah disita kartu kredit palsu berbagai macam bank sebanyak lebih kurang 3.500 set/keping , alat untuk mengembos alat pressing dan seperangkat personal computer. Diduga pelaku menerima pemesanan kartu kredit palsu baik melalui kurir, maupun lewat jaringan internet , baik dari dalam maupun luar negeri. Dalam kasus ini dapat dibayangkan kalau fisik kartu kreditnya saja mereka [ sindikat itu] dapat dengan mudah memalsukan, maka untuk mendapatkan nomor kartu kredit yang masih aktif mereka sangat mudah mendapatkannya, sehingga mudah untuk digunakan dalam transaksi di internet.


Teknik Salami
 merupakan metode pengambilan sebagian kecil tanpa terlihat secara keseluruhan. Sebagai contoh adalah sistem tabungan di bank untuk mengurangi secara acak beberapa ratus rekening sejumlah 25 rupiah kemudian mentransfernya secara sah melalui metode normal. Biasanya metode ini diterapkan untuk perhitungan bunga dengan cara pembulatan ke bawah. Misalnya nilai bunga 175 rupiah akan dicatat 150 rupiah. Selisih 25 rupiah inilah yang akan ditransfer ke rekening tertentu. Kecil memang tetapi bila jumlah rekening banyak dan dilakukan beberapa tahun nilainya akan besar.

Card Fraud
Kejahatan kartu berbasis kartu ATM atau debit adalah pencurian nomor PIN. Umumnya modus operandi pelaku kejahatan mendapatkan nomor PIN dengan mengintip nasabah saat memasukan nomor PIN di mesin ATM. Atau, pemegang kartu ATM diminta memperlihatkan nomor kartu yang lalu disalin ke kartu palsu. Bisa juga si pelaku berpura-pura mengalami kesulitan dalam memakai ATM dan minta dicontohkan. Bahkan, ada pelaku kejahatan yang mengaku sebagai pegawai bank yang mencoba membantu nasabah yang kesulitan dalam perubahan nomor PIN yang lalu menyalin nomor kartu dan PIN si nasabah.
Menyadari masih banyaknya laporan kejahatan kartu (card fraud) di masyarakat, Bank Indonesia menerbitkan aturan yang mewajibkan bank meningkatkan fitur keamanan pada kartu yang diedarkan. Salah satu fitur yang disarankan bank sentral adalah memakai teknologi chip. Diharapkan dengan pemakaian chip, keamanan pemakai kartu dapat semakin terjaga. Mengapa demikian, karena teknologi chip memuat sejumlah aplikasi dan pengamanan yang berlapis berbasis kriptogram.
Bank Indonesia juga memandang penting program komunikasi dan sosialisasi dalam upaya mencegah praktik kejahatan kartu dengan mengandeng AKKI, YLKI dan aparat penegak hukum. Adapun program bersama tadi telah dilaksanakan seperti gelar kasus AKKI dan aparat penegak hukum. Bulan pengaduan nasabah pemeggang kartu (ATM, debet dan kartu kredit) bersamaYLKI. Atau, berbagai program edukasi publik melalui media massa. Dan yang tak kalah penting adalah program apresiasi kepada aparat penegak hukum yang berhasil menangani tindak kejahatan kartu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar